Ketajaman Hati
Oleh Achmad Siddik Thoha
Di sebuah perkampungan yang dikelilingi hutan, hiduplah seorang guru agama yang terkenal bijak. Ia juga dikenal sebagai pembuat barang kerajinan gerabah, perkakas berbahan tanah liat. Dua kali dalam sepekan dia membawa kerajinan tangannya ke pasar untuk dijual. Kali ini, sang guru sangat yakin bahwa hasil kerajinan gerabahnya sangat bagus, sempurna dan tak ada cacat.
Sambil terus membaca kalimat-kalimat doa, dia menunggui dagangannya menanti pembeli . Tiba-tiba seorang pria mendekat dan mengamati kerajinan Sang guru. Pria itu ternyata juga seorang pengrajin gerabah. Lama pria itu memegang, memutar, meraba, mencium dan mengamati kerajinan buatan sang guru. Pria itu lalu berkomentar,
”Gerabah ini bagus, sayang masih ada cacat, ini, ini dan ini.
Dengan cepat, sang guru mengambil kembali gerabah yang ada di tangan calon pembeli itu. Lalu dia terduduk lemas sambil menangis. Pria itu bingung tanpa kepalang melihat guru yang bijak itu menangis. Pria itu tampak sangat menyesal karena membuat sang guru menangis. Pria itu meminta maaf dan akan membeli gerabah itu sekalipun dengan harga yang sangat mahal.
Sang guru sambil terisak mengemukakan alasan dia menangis,
”Kenapa aku menangis, bukan seperti yang kamu duga. Gerabah ini dibuat tidak sembarangan Dia gerabah istimewa, tidak seperti gerabah lainnya. Aku membuatnya dengan sangat hati-hati, perlahan dan teliti. Kubentuk dengan penuh perasaaan dan konsentrasi penuh. Kuhaluskan berulang-ulang agar tampak sempurna. Saat membakar, kukerjakan dengan hati-hati dan sangat kuperhitungkan kekerasannya agar kuat dan tidak mudah pecah. Ukirannya kukerjakan cukup lama agar nampak indah dan tidak ada yang cacat.
Isak tangis belum Sang guru yang bijak semakin menyayat hati saat dia melanjutkan penjelasannya,
”Namun, saat hasil gerabahku ini diamati oleh manusia, terlihat ada cacat dimana-mana yang sama sekali aku tidak menyadarinya. Lalu, bagaimana nanti dengan perbuatan perbuatan kita tatkala kita dihadapkan pada Yang Maha Melihat. Berapa banyak cacat dan dosa yang akan tampak dari perbuatan itu yang tidak kita sadari!"
Sahabat, Sang guru bijak memiliki hati yang tajam dan sentitif terhadap setiap ketukan yang menyentuh hatinya. Sang guru merasa mendapat sebuah peajaran berharga yang mampu membangkitkan ketajaman hatinya. Sang guru sangat takut akan segala kekurangan pengabdiannya pada-Nya. Sang guru sangat sedih bila perbuatan yang dikerjakannya selama ini terdapat kekurangan disana-sini.
Seperti yang dikatakan oleh Al-Jauzi " Takut pada—Nya dan keimanan akan mempertajam mata hati pelakunya. Apa pun peristiwa yang terjadi di sekitar, ia akan dapat mengambil hikmah dan pelajaran darinya. Panasnya musim kemarau mengingatkan pada api neraka, gelapnya malam mengingatkan gelap gulitanya alam kubur, hawa sejuk dan indahnya musim semi mengilhami untuk mencari rezeki yang halal."
Orang dengan hati yang tajam selalu mampu mengambil pelajaran dalam setiap kejadian. Ketika melihat alam sekitar dia tidak menyia-nyiakan waktunya sekedar mengamati tanpa mendapat inspirasi hidup darinya. Setiap yang dilihatnya baik berupa fenomena alam maupun peristiwa kehidupan menjadikan dia semakin dekat pada-Nya. Tidaklah heran, orang-orang bijak mampu menguak rahasia dibalik peristiwa disebabkan oleh ketajaman mata hatinya.
Sahabat, sungguh kita merindukan orang-orang yang tajam mata hatinya dalam kehidupan kita. Pemimpin yang tajam hatinya takkan membiarkan yang dipimpinnya sengsara dan dilanda konflik. Pejabat yang hatinya tajam takkan tega melakukan korupsi karena takut mendapat siksa dari-Nya. Orang tua yang memiliki ketajaman mata hati akan mendidik anak-anaknya dengan hat-hati dan serius, khawatir kelak dimintai pertanggungjawaban di hadapan-Nya. Dan kita semua pasti memiliki hati, hanya tinggal mengasahnya agar semakin tajam, setajam mata hati Sang Guru.
Selasa, 21 Juni 2011
Selasa, 21 Juni 2011
Ketajaman Hati
07.48
Achmad Siddik Thoha
No comments
0 komentar:
Posting Komentar