Kelezatan Terbaik dari Durian
Oleh : Achmad Siddik Thoha
Siapa yang tak kenal pohon durian, apalagi buahnya. Sosok pohon yang aslinya sangat besar ini, tingginya bisa mencapai 50 meter. Daunnya berwarna hijau di bagian atas dan di bagian bawahnya perak atau keemasan. Buah durian memiliki kulit berduri yang kuat dan keras. Aroma buahnya saja sudah membuat tertarik orang yang melewatinya. Apalagi buahnya yang tebal menguning seperti mentega.
Hal unik dari durian, ia hanya tumbuh di kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia, Malaysia dan Philipina. Malaysia aktif mempromosikan durian, salah satunya melalui film Ipin dan Upin yang ternyata banyak penggemarnya di Indonesia. Philipina mempunyai peringatan khusus yaitu Festival Kadayawan yang merupakan perayaan tahunan untuk durian di Davao City. Bahkan nama durian ini tak berubah meski dalam bahasa asing. Lihatlah kamus bahasa Inggris, maka akan kita temukan bahwa kata ’durian’ adalah bahasa asli nama tumbuhan dunia.
Buah durian yang semerbak dan lezat ini tercipta dengan bungkusan duri yang tajam dan keras. Bukan tanpa maksud, sebab dengan kelezatan dan aromanya, durian menjadi incaran banyak hewan. Bila kulitnya lunak atau sama sekali tidak terbungkus duri, maka durian hanya akan menjadi jatah konsumsi hewan di atas pohon seperti tupai, kelelawar, monyet dan burung. Bila demikian, manusia takkan pernah bisa mencicipinya.
Ada pepatah mengatakan ’Seperti mendapat durian runtuh’. Pepatah ini menggambarkan karakter durian yakni ketika sudah matang ia akan jatuh sendiri. Durian tak pernah dipanen sebelum matang. Saat matang, pemilik durian tak perlu capek-capek memanjat pohon durian. Ia tinggal menunggu durian terhempas jatuh dan mengambilnya di tanah. Kalaupun ada buah durian mentah yang ikut jatuh, itu karena terbentur durian di atasnya yang melayang menabrak buah mentah. Tentu saja, dengan kulit yang keras, durian akan baik-baik saja ketika mendarat di tanah. Tak ada kulitnya yang pecah atau hancur.
Jatuh dengan sendirinya adalah sifat khas dari durian. Ia tak mau menjatuhkan diri sebelum matang. Ia tak mau tergesa-gesa untuk bisa disantap manusia saat belum pantas dimakan. Saat jatuh, ia berani menjamin, buahnya takkan disia-siakan manusia atau hewan.
Saat durian jatuh, inilah sebenarnya waktu yang tepat untuk menikmati kelezatannya. Beberapa hari lewat dari masa jatuhnya durian, maka rasanya akan berkurang. Buahnya lembek dan akan segera busuk. Jangan berharap menikmati durian yang lezat dari hasil karbitan. Jangan pula berharap menikmati durian enak dengan memetiknya langsung dari pohonnya. Durian hanya lezat bila ia jatuh melepaskan diri dari gantungan tangkai buahnya.
Durian mengajarkan pada kita untuk menunggu saat yang tepat mempersembahkan karya terbaik. Sebelum terhempas dan memberi karya terbaik, manusia terbaik akan tetap dalam posisinya mengolah buah karyanya untuk jadi yang terbaik. Ketergesa-gesaan tak akan menghasilkan manfaat yang maksimal. Bahkan ketergesa-gesaan bisa membuat buah karya kita pecah saat terhempas di lingkungan luar yang keras. Bila karya kita sudah matang, maka tak perlu menunda-nunda lagi untuk menjatuhkan diri dan berbuat yang terbaik bagi lingkungan.
Kesabaran untuk menjaga kualitas buah karya perlu kita tiru dari sosok durian. Kita juga perlu melindungi buah karya dari serangan pemangsa. Melindungi buah karya tidak harus membuat tameng pada karya-karya kita dengan menyimpannya ditempat tersembunyi. Cara melindungi karya kita adalah dengan cara menuliskan, mengajarkan dan mengamalkannya. Apabila pada saatnya kita terjun dan terhempas ke tanah berkarya, kita akan siap dan mempunyai keyakinan diri, kita akan mampu bertahan, tidak pecah atau hancur. Maka saat buah karya kita telah dipungut dan dimanfaatkan, pastilah mengandung manfaat yang tinggi.
0 komentar:
Posting Komentar