Duduk terpaku di tepian sungai. Mematung diri dengan pandangan terarah
tajam pada riak air. Sesekali ia melentingkan tangannya melesatkan sekeping
batu dari telapak tangannya. Ya, itulah yang dilakukan Andi setiap hari. Semenjak diberhentikan dari tempat kerjanya
dan pernikahannya gagal, Andi membuat dirinya menyiksa diri dalam kesendirian
dan menyepi di tepi sungai.
Ayah Andi hampir tak bisa membujuknya untuk berhenti membuang-buang
waktu seperti itu. Setiap kali dinasehati, Andi selalu menjawab,
“Biarkan Andi menyatu dengan alam, Ayah. Ayah juga tak bisa memberikan
solusi buatku.” Jawab Andi dengan muka sinis. Sebuah perlakuan yang tak pantas
diperlihatkan kepada orang tuanya.
“Andi, kalau nasehat Ayah tak kau hiraukan lagi, lalu apa yang kau dapat
dengan mematung diri setiap hari disini?”
“Biarlah aku mencariya sendiri, Ayah. Maafkan aku.”
“Baiklah, semoga air sungai itu memberimu sebuah nasehat. Kau akan
mendapatkannya bila kau membuka pikiran, berdiri dan melangkahkan kakimu,
bergerak seperti air. Air sungai itu tak pernah berhenti sedetik pun bergerak.”
Setelah ayahnya menjauh dari dirinya, Andi merasakan ada energi baru
menemukan celah-celah solusi dari keterpurukan hidupnya. Ia beranjak dari tempatnya
mematung. Dilangkahkan kakinya ke pinggiran sungai yang menurun menuju ke
percabangan sungai yang tak jauh dari tempatnya duduk. Ia melihat riak air
semakin besar di salah satu cabang sungai . Di tempat yang dangkal dan terlihat
dasar sungainya terlihat beberapa batu bergerak meluncur bersama air. Air yang
melintas di sungai yang mengecil dan dangkal memiliki kekuatan lebih
dibandingkan dengan air di sungai yang lebar dan dalam.
Air di percabangan sungai itu terlihat lebih jernih dan dasar sungainya
nampak jelas. Air yang cukup deras ini menjernihkan air dari lumpur-lumpur yang
dibawa dari hulu sungai. Batu-batu kecil pun ikut berpindah menggelinding pelan
namun pasti di dasar sungai. Terkadang
batu yang lebih besar juga bergeser sedikit akibat dorongan arus yang lebih bertenaga
dibandingkan di tempat dia mematung sejak sepekan lalu.
“Aku tahu sekarang. Tak sepatutnya aku berdiam diri dengan beban hidup
yang menghimpitku. Tak seharusnya aku menghentikan langkah dan berhenti
berpikir. Pasti ada celah dan kekuatan baru bila aku bergerak. Pasti ada jalan
keluar yang lebih jernih dan tambahan energi semangat bila aku melakukan
sesuatu. Ya, sungai ini telah memberiku petunjuk. Aku perlu orang lain untuk
menambah energi bangkit seperti air sungai ini yang mampu menggeser batu di
dasar sungai” Kata Andi di dalam hatinya.”
“Air ini…sungguh membuat pikiran dan hatiku semakin bening.” Andi
membasuh mukanya dengan air sungai yang jernih itu.
Andi pun memutuskan pulang untuk menemui Ayahnya. Ia merasa berdosa sudah
mengabaikan orang tuanya. Sebelum ini ia merasa hidupnya adalah urusannya
sendiri, padahal tak seoarang pun yang mampu hidup sendiri. Ia merasa telah
membuang-buang waktu dengan keegoisan dirinya yang kemudian jatuh pada kotak
keputusasaan. Ternyata putus asa itulah tabir yang bisa memisahkan dirinya
dengan solusi dan kesuksesan.
“Ayaaaah…Andi minta maaf.” Air bening menetes pelan dari dua sudut mata
Andi.
Jalan lain itu selalu ada dan terhampar di depan kita. Itu bisa dan
niscaya bisa mengalihkan segala kebuntuan. Kita hanya perlu rajin menemukannya.
Dan nasehat air membuka jalan buntu itu.
*Tulisan menyambut Hari Air Sedunia 22 Maret 2013 (Tahun Kerjasama Air
Internasional)
0 komentar:
Posting Komentar