Cas/perahu kecil di Sungai Kapuas Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah (dok. pribadi) |
Sore ini, untuk
kesekian kalinya kuletakkan badanku di pinggir dermaga Pelabuhan Sungai Kapuas
di Kuala Kapuas. Pelabuhan ini selalu memanggilku untuk mendatanginya. Semilir
anginnya yang sejuk. Pemandangan awannya yang indah bak kapas bergulung. Juga
suasana tenang alirandi salah satu sungai terbesar di Indonesia ini.
Sore ini, kupandangi
riak air Sungai Kapuas dengan lebih lekat. Tampak riak tenang mengiringi soreku
yang indah. Air beriak lambat cenderung tenang, setenang hatiku sore ini. Ya, lambat
berarti tenang.
Perahu bermesin lalu-lalang
melintas. Aku tidak terlalu tertarik melempar pandangan padanya. Aku lebih
memilih memandang dalam ke perahu yang dikayuh seorang Bapak paruh baya. Ia mengayuh
pelan namun mantap. Lambat memang tapi kulihat hatinya tenang. Ia yakin lambat
tak berari lemah. Lambat berarti bersabar dan tenang.
Aku akhirnya
melabuhkan pandangan pada perahu besar pengangkut barang. Kapal tambun ini terus bergerak meski lajunya
hanya kurang dari 20 km/jam. Ia harus menunaikan tugasnya mengantar barang ke
tempat yang sangat membutuhkannya. Tak peduli ia harus bergerak lambat. Ia tak
ambil pusing dengan perlombaan bergegas dari para pengendara kendaraan bermotor
di daratan. Sungai telah menjadi jiwa bagi setiap perahu dan pengendalinya.
Kapal Penumpang dan Barang yang menjadi andalan transportasi air di Kabupaten Kapuas (dok. pribadi) |
Dengan makin
berkembang pesatnya infrastruktur jalan dan jembatan, tak berarti mobilitas
warga melalui Sungai Kapuas berhenti. Karakter masyarakat sungai sudah melekat
sejak sungai ini terbentuk entah berapa ribu tahun lalu. Jalan boleh terus
dibuat dan diperpanjang. Namun geliat sungai Kapuas tak pernah terhenti.
Aku begitu menyukai
karakter masyarakat yang hidupnya sudah menyatu dengan sungai. Mereka setiap
hari berjalan dengan kendaraan lambat. Lambat bukan berarti lemah. Lambat
justru menjadi ciri masyarakat sungai menyesuaikan dengan ketenangan aliran
sungai. Cepat justru akan memperkeruh suasana sungai yang tenang. Lambat
bermakna ketenangan bagi budaya masyarakat yang hidup menyatu dengan sungai.
Bandingkan dengan
budaya masyarakat yang kini tergantung dengan transporasi darat. Jalan sudah
menjadi salah satu tempat tercerabutnya nyawa-nyawa manusia bahkan hewan. Orang
di jalanan tak mau berjalan lambat. Semua ingin cepat dan tak ingin dihambat.
Ketenangan pun menjadi fenomena langka. Lambat justru dianggap menghambat.
Akhirnya banyak umpat-mengumpat di jalanan.
Lambat di sungai tak
membuat orang merasa terhambat apalagi mengumpat. Masyarakat sungai sangat
paham bahwa mereka takkan bisa berjalan cepat karena memang karakter sungai
yang mengharuskan mereka lebih cocok untuk bergerak lambat. Mereka tetap tenang
karena pada saatnya mereka juga akan sampai.
Lambat juga berarti
kehati-hatian. Jarang ditemukan kasus kecelakaan antar perahu di Sungai Kapuas.
Tentu saja kecelakaan sangat sulit ditemukan karena setiap perahu berjalan
dengan lambat dan mudah mengantisipasi kejadian yang merugikan.
Lambat juga berarti terkontrol.
Sangat sulit bergerak sangat cepat diatas permukaan air. Perahu yang bergerak
sangat cepat di permukaan air lebih sulit mengendalikannya daripada di darat. Bila
ada perahu yang bergerak sangat cepat, maka riak sungai akan menjelma menjadi
gelombang dan ini merugikan perahu yang lain. Perahu yang terhempas gelombang
akan sedikit teromban-ambing. Sebaliknya bila perahu melintas lambat, perahu
yang berpapasan tidak merasakan riak tinggi yang menghempasnya sehingga tetap
dalam kendalil.
Dan lambat juga
adalah kesempatan mengambil banyak hikmat. Hikmat berupa renungan akan keindahan
alam di sekitar sungai. Bergerak lambat diatas sungai akan benyak waktu
menikmati nikmat Tuhan di sepanjang sungai. Nikmat berupa alam yang indah,
hidup yang damai dan aliran air yang tenang.
Kota Air ini mengajarkanku untuk senantiasa tenang. Air yang lambat membuat semua terlihat tenang. Perahu yang lambat merambat tanda kesabaran tertambat dan jauh dari umpat-mengumpat seperti kebanyakan warga di tempat lain. Terima kasih,Allah, telah menciptakan Kapuas yang penuh hikmat.
Lestari
sungai Kapuas!
Salam
lestari!
*catatan
ringan penelitian
Kapuas,
9 Juli 2012
0 komentar:
Posting Komentar