“Bila kami terlambat membakar lahan, maka kami tidak
bisa menanam padi sepanjang tahun”
Kalimantan selain sebagai pulau yang kaya akan
sumberdaya alam juga kaya dengan pengetahuan lokal. Pengetahuan lokal yang
berasal dari suku-suku asli yang berdiam di Kalimantan sampai saat ini terus
dipertahankan. Pengetahuan lokal atau local knowledge dalam mengelola
sumberdaya alam dan berinterkasi dengan alam dilakukan secara arif dan ramah
lingkungan. Sebagian pakar sosial menyebutnya dengan kearifan lokal (local
indigenous)
Salah satu bentuk kearifan lokal suku-suku di
Kalimantan adalah bagaimana mereka memprediksi datangnya musim kemarau. Musim
kemarau sangat ditunggu kehadirannya bagi suku asli karena akan menentukan
kapan mereka bisa membuka lahan untuk kegiatan pertanian. Bagi masyarakat tradisional,
model pertanian yang dipraktekkan adalah sistem perladangan yang mengandalkan
curah hujan untuk kebutuhan air bagi tanaman. Jenis tanaman perladangan yang
ditanam umumnya adalah padi ladang atau padi tadah hujan. Padi ini merupakan
padi jenis lokal yang bisa dipanen secepatnya 6 bulan dan selambatnya 9 bulan dalam
setiap musim tanam..
Dalam perladangan, prediksi yang tepat akan datangnya
musim kemarau akan mempengaruhi kualitas pertumbuhan tanaman pertanian. Bila
petani ladang terlambat mengetahui musim kemarau, maka ladang yang dibuka
dengan sistem tebas bakar (slash and burning) akan mengalami kegagalan. Seperti
yang diungkapkan warga Kapuas Kalimantan Tengan (Kalteng) kepada saya dalam
sebuah wawancara,
“Bila kami terlambat membakar lahan, maka kami tidak
bisa menanam padi sepanjang tahun”
“Mengapa bisa tidak menanam?” tanya saya kembali
“Bila terlambat membakar sedangkan musim kemarau sudah
lewat, maka hasilnya tidak bagus dan nanti yang tumbuh justru rumput. Padi kami
akan kalah bersaing tumbuhnya dengan rumput” jawab warga lokal tersebut.
Lahan yang akan ditanami padi ladang haruslah bersih
dan ini membutuhkan kondisi musim kemarau yang tepat. Hasil pembakaran yang
dilakukan di musim kemarau akan menghasilkan pembakaran sempurna. Pembakaran
yang sempurna tidak menyisakan tumbuhan bawah yang tumbuh di ladang sehingga
ladang dengan mudah ditabur benih. Benih yang tumbuh di lahan yang bersih dari
tumbuhan lain akan tumbuh dengan kualitas terbaik. Disamping itu, abu hasil
pembakaran limbah penebasan dan penebangan, akan menambah nutrisi tanah
sehingga kesuburannya meningkat.
Beberapa kearifan lokal Kalimantan tentang bagaimana
masyarakat memprediksi datangnya musim kemarau adalah sebagai berikut :
1. Beje (Kolam Perangkap Ikan) Sudah surut
|
Beje (kolam tradisiional) yang sudah jadi |
Di beberapa lokasi di Kalimantan, warga lokal memiliki
cara menangkap ikan secara tradisional yang dinamakan Beje. Beje adalah sebuah
kolam yang airnya berasal dari sungai. Ukuran Beje bervariasi dari seluas 10 m2
hingga 1000 m2 atau lebih. Pada saat musim hujan, air sungai meluap dan
memenuhi lubang atau kolam Beje. Ikan-ikan dari sungai pun turut masuk ke Beje
bersama aliran air. Ketika air sungai surut sehinngga tidak ada supplai air ke
Beje. Beje pun ikut surut sehingga ikan terperangkap di Beje tidak bisa kembali
ke Sungai. Dengan mudah para pemilik Beje menangkapi ikan yang terjebak. Pada
musim orang menangkap atau memanen ikan dari Beje itulah saat kemarau tiba.
2. Ikan banyak turun ke muara sungai.
Ketika musim hujan, air di hulu dan hilir sungai
tersedia melimpah. Sebaliknya ketika hujan mulai berkurang aliran sungai di
hulu sungai mulai surut. Itulah saatnya ikan-ikan mencari tempat untuk bisa tetap
bertahan hidup. Maka, bila saat kemarau tiba, ikan-ikan bergerak ke muara
karena di sungai muara masih cukup air.
3. Ikan Sepat Layang Menggumpal di Udara.
Fenomena ini
tidak banyak diperhatikan banyak orang. Saya pun penasaran untuk melihatnya
langsung. Fenomena banyaknya Ikan Sepat Layang menggumpal di udara ketika musim
kemarau tiba diungkapkan oleh Pak Nau Don Yusias, salah satu pemuka Adat Suku
Dayak yang menjadi Wakil Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
Propinsi Kalimantan Tengah. Pernyataan dari Pak Don ini saya percayai dan saya
yakini sebagai fenomena alam yang logis, karena ikan Sepat layang akan mencari
tempat yang banyak airnya untuk melanjutkan hidupnya.
|
Ikan Sepat layang |
4. Rontoknya daun-daun pepohonan.
Ini sebuah fenomena umun yang mudah dikenali banyak
orang namun seringkali luput dari perhatian. Tidak begitu halnya dengan petani.
Mereka begitu memperhatikan fenomena alam karena alam memberi sinyal apa
adanya. Ketika banyak pepohonan merontokkan tanamannya maka musim kemarau sudah
tiba. Pohon-pohon karet dan Pohon Pantung bahkan hanya menyisakan cabang dan
rantingnya saja di musim kemarau.
|
Pohon Pantung atau Jelutung |
Masyarakat tradisional meyakini bahwa prediksi mereka
sangat tepat dan tak pernah meleset. Ketika saya konfirmasi pada salah satu
Kepala Desa di Kecamatan Mantangai Kapuas tentang akurasi prediksi cuaca
masyarakat lokal dibandingkan dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika, dia menjawab,
“Prediksi hampir sama, Pak. Tapi saya lebih meyakini
prediksi cuaca dari pengetahuan lokal, karena sudah terbukti tak pernah
meleset.
Dari berbagai prediksi cuaca berdasarkan kearifan
lokal masyarakat tradisional Kalimantan maka musim kemarau secara periodik
terjadi mulai bulan Juli dan puncaknya Bulan September setiap tahun. Mulai
bulan Oktober hujan mulai turun dan masyarakat petani mulai menanam benih dan
bibit-bibitnya.
Meski tidak ada data parameter cuaca dan iklim dari
masyarakat tradisional tentang prediksi musim kemarau, namun fenomena alam tak
pernah bohong. Alam menampilkan gejala-gejala cuaca apa adanya. Hanya manusia
yang sangat dekat interaksi dengan alamlah yang tahu persis gejala alam ini.
Manusia yang dekat dengan alam tak ingin membohongi
informasi karena dia sudah diberi banyak karunia dan menjadi penerus ilmu yang
diberikan Tuhan. Adapun sebagian manusia ditemukan memanipulasi data dan
informasi karena merasa ilmu yang dimilikinya berasal dari kemapuannya sendiri.
Kearifan masyarakat tradisioan Kalimantan mengajarkan
pada saya dan mungkin kita akan pentingnya selalu dekat dengan alam untuk bisa
dengan arif mengelola sumberdaya alam. Alam adalah amanah yang telah
dipecayakan Tuhan pada kita untuk dikelola dengan arif dan bijaksana. Bila alam
sudah dikelola dengan arif, maka kerusakan bumi akan bisa dikurangi.
Salam arif lingkungan!
Sumber Gambar